Dari Lombok ke Malang: Kisah Kuliahku
Kadang hidup itu lucu. Kita sudah rencanakan segalanya, tapi semesta punya skenario yang bikin kita geleng-geleng kepala. Begitu juga kisah masa sekolah dan kuliahku — dari niat kuliah di Lombok, sampai akhirnya malah nyangkut di Malang. Yuk, simak cerita lengkapnya!
Masa-masa di bangku sekolah SMP Negeri 1 Baureno dan SMA Negeri 1 Sumberrejo, Bojonegoro, saya jalani dengan biasa-biasa saja. Banyak kenangan yang entah ke mana perginya. Seolah ada rantai ingatan yang putus di tengah jalan.

Sedikit yang masih tersisa: waktu SMP pernah ikut perkemahan Pramuka yang super berkesan, dan waktu SMA sering nginap di rumah sahabat karib bernama Edy Songek. Oh iya, satu lagi yang tak terlupakan — teman sekelas yang epilepsi dan sering kambuh kalau ada guru galak. Hadeeh... antara kasihan dan pengen ngakak juga hahaha!
Menjelang akhir SMA tahun 1985, saya ikut jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Bakat). Jalur keren di mana kita bisa masuk universitas tanpa tes. Karena saya suka pertanian dan peternakan, saya pilih dua kampus: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Fakultas Peternakan Universitas Mataram (Unram) di Lombok Barat.
Dan, taraaa... saya lolos di Unram! Senangnya bukan main — nama saya nongol di koran! Tanpa pikir panjang, saya langsung tancap gas ke Lombok lewat Bali. Urusan administrasi? Beres semua! Jaket almamater, uang orientasi, biaya semester (yang cuma Rp60.000, bro!), sampai kosan yang langsung saya bayar setahun penuh. Mantap, kan?
Tapi rupanya orang tua punya rencana lain. Begitu saya pulang ke Jawa buat ambil baju, mereka menahan saya dengan alasan “nggak tega”. Jarak jauh dan nggak ada sanak saudara di sana jadi pertimbangan. Ya sudahlah, rencana kuliah di Lombok resmi bubar jalan.
Akhirnya, saya kuliah di Universitas Merdeka Malang, jurusan Ekonomi Manajemen. Tahun berikutnya (1986), beberapa adik kelas dan teman SMA yang gagal di Sipenmaru (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) 1985 ingin coba lagi. Karena saya sudah lebih duluan di Malang, mereka saya tampung di kos sempit saya. Lumayan rame, kayak basecamp mahasiswa kere tapi bahagia 😆
Saya bantu mereka urus pendaftaran dan lain-lain. Nah, waktu mereka beli formulir Sipenmaru, entah kenapa saya ikut-ikutan daftar lagi — kali ini ke Fakultas Ilmu Administrasi Niaga (FIA) Universitas Brawijaya. Pengen aja ngerasain kampus negeri. Dan ajaibnya, lolos juga! Alhamdulillah! Adapun tiga teman yang saya tampung pada akhirnya ada yang jadi Tim Dokter Wapres (Wakil Presiden), Kepala Sekolah SMA dan yang satunya lagi memutuskan untuk menjadi Juragan Tahu Bakso. Sungguh luar biasa hidup ini.
Akhirnya saya resmi jadi “mahasiswa dua universitas” — Universitas Merdeka dan Universitas Brawijaya. Tapi ya, jangan ditiru! Capek, bro! 😅 Kuliah dua tempat itu bikin kepala muter, apalagi waktu di semester 3 Brawijaya, IP saya cuma 0,2! Waduh, ini bukan typo — beneran nol koma dua! Karena sering bolos, saya nggak boleh ikut ujian beberapa mata kuliah. Ancaman DO sudah di depan mata.

Dari situ saya belajar, kampus itu cuma fasilitas. Yang bikin sukses bukan nama universitasnya, tapi kitanya sendiri. Akhirnya saya fokus di Brawijaya dan menutup bab kuliah dua kampus dengan senyum getir dan pelajaran hidup yang mahal nilainya.
Dan sekarang? Saya masih jadi karyawan swasta yang semoga nggak ada pensiunnya. Hahaha… tanggungan banyak, gaji jauh di bawah UMR Jakarta, tapi tetap bersyukur. Hidup memang bukan soal kaya atau keren, tapi soal bahagia dan bermanfaat.
Itulah sekelumit kisah hidup saya. Kalau kamu punya kisah konyol atau berkesan waktu kuliah, tulis aja — siapa tahu bisa jadi bahan tertawaan di masa depan 😄
Label: Kisah Hidup
Diskusi